Bendera Tauhid

Selasa, 29 Maret 2016

Kerusakan Kaum Liberal

PROPAGANDA LIBERAL dan jawabannya.

1. PROPAGANDA SHALAT :

"Buat apa SHALAT kalau Riya' tidak Ikhlas, karena tidak diterima oleh Allah SWT. Lebih baik bersihkan hati dulu, nanti kalau sudah Ikhlas tidak Riya', maka baru Shalat agar diterima oleh Allah SWT."

TARGET :

Kalimat ini bertujuan untuk pembenaran meninggalkan Shalat dengan "dalih" pembersihan hati dulu.

JAWAB :

Wajib Shalat walau masih Riya' belum Ikhlas, karena Shalat adalah KEWAJIBAN AGAMA. Setiap muslim, ikhlas atau pun riya', rela atau pun terpaksa, tetap WAJIB mendirikan Shalat.

Dan Shalat adalah BENTENG dari segala perbuatan KEJI dan MUNKAR, termasuk Riya', sebagaimana firman Allah Swt dalam QS.29.Al-'Ankabuut ayat 45 :

"Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Justru : Shalat adalah OBAT HATI yang bisa menyembuhkan dan menghilangkan penyakit hati seperti Riya dan 'Ujub. Bagaimana penyakit hati bisa sembuh tanpa mendirikan Shalat ?!

2. PROPAGANDA JILBAB :

"Lebih baik tidak pakai JILBAB, tapi hatinya baik, daripada pakai Jilbab tapi hatinya busuk."

TARGET :

Kalimat ini bertujuan untuk membenarkan pelepasan Jilbab dengan "dalih" yang penting hatinya baik.

JAWAB :

Jilbab adalah KEWAJIBAN AGAMA, baik si pemakai berhati baik mau pun buruk, maka Jilbab tetap WAJIB dikenakan oleh para Wanita Muslimah sesuai dengan ketentuan Syariat, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS.33.Al-Ahzaab ayat 59 :

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Justru : Jilbab juga termasuk OBAT HATI yang akan ikut merangsang penyembuhan penyakit hati, sekaligus identitas muslimah yang jadi benteng dari segala gangguan.

Karenanya, lebih baik pakai jilbab dan berhati baik, daripada berhati baik tanpa jilbab, apalagi berhati busuk tanpa jilbab.

3. PROPAGANDA KEPEMIMPINAN :

"Lebih baik PEMIMPIN KAFIR asal jujur, adil, baik, cerdas dan pekerja keras, daripada PEMIMPIN MUSLIM yang khianat, jahat, bejat, bodoh dan pemalas."

TARGET :

Kalimat ini bertujuan untuk membolehkan orang Kafir memimpin umat Islam di wilayah mayoritas muslim.

JAWAB :

Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah serta Al-Ijma' bahwasanya Orang Kafir HARAM memimpin umat Islam di negeri Islam atau di wilayah mayoritas muslim.

Silakan lihat kembali : Dalil Qur'ani tentang Haramnya Orang Kafir Memimpin Muslim yang pernah dimuat Web dan Fan Page kita pada tanggal 23 September 2014.] 

Karenanya, lebih baik Pemimpin Muslim yang jujur, adil, baik, cerdas dan pekerja keras, daripada Pemimpin Kafir yang jujur, adil, baik, cerdas dan pekerja keras, apalagi Pemimpin Kafir yang khianat, jahat, bejat, bodoh dan pemalas.

4. PROPAGANDA POLITIK :

"Islam itu suci dan Ulama itu mulia, sedang POLITIK kotor. Karenanya, jangan bawa Islam dan Ulama ke dalam politik."

TARGET :

Kalimat ini bertujuan untuk menjauhkan Islam dan Ulama dari politik agar para Politisi Durjana bebas dan leluasa mengatur Negara dan Bangsa sesuai "Syahwat Syaithooniyyah" nya.

JAWAB :

Islam itu suci dan Ulama itu mulia, sedang politik itu PENTING untuk mengurus negara dan bangsa. Karenanya, hanya Islam suci dan Ulama mulia yang boleh masuk ke dalam politik agar tidak dikotori oleh para Politisi Durjana.

Karenanya, Islam menjadikan Bab Kepemimpinan menjadi salah satu Bab penting dalam Fiqih Islam. Dan Rasulullah SAW bersama Khulafa Rasyidin rodhiyallaahu 'anhum, telah mempraktekkan POLITIK ISLAM yang benar lagi bersih untuk menjadi suri tauladan bagi segenap umat Islam.

5. PROPAGANDA TATHBIQ SYARIAH :

"SYARIAT ISLAM adalah aturan hukum yang bagus, saat diterapkan di zaman Generasi Terbaik "Shahabat", maka hasilnya bagus. Sedang zaman sekarang generasi umat Islam sangat lemah dan tidak bagus, sehingga tak mampu jalankan Syariah yang begitu paripurna. Karenanya, umat Islam saat ini jangan sibuk dengan perjuangan TATHBIQ SYARIAH dulu, tapi harus fokus kepada perbaikan diri sendiri dulu."

TARGET :

Kalimat ini bertujuan agar umat Islam tidak lagi menperjuangkan Tathbiq Syariah dengan "dalih" memperbaiki diri dulu.

JAWAB :

Syariat Islam adalah aturan hukum yang bagus, dan selalu dijalankan oleh para Shahabat, sehingga menjadi Generasi Terbaik.

Nah, generasi zaman sekarang yang lemah dan kurang bagus, justru karena tidak jalankan Syariat Islam dengan baik.

Karenanya, generasi sekarang wajib mencontoh para Shahabat dalam menjalankan Syariah yang begitu paripurna, sehingga bisa menjadi generasi yang bagus juga.

INGAT : Dahulu para Shahabat sebelum masuk Islam merupakan Generasi Jahiliyah yang buruk, lalu masuk Islam dan menjalankan Syariah Islam, sehingga menjadi Generasi Terbaik sebagaimana dipuji oleh Allah Swt dalam QS.3.Aali 'Imraan ayat 110 :

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."

Kesimpulannya, siapa yang ingin menjadi Generasi Terbaik, maka wajib perjuangkan Tathbiq Syariah, karena Syariah lah yang mampu merubah pribadi dan masyarakat menjadi Generasi Terbaik

6. PROPAGANDA EKONOMI SYARIAH :

"Ekonomi Syariah itu tidak ada, apalagi perbankan syariah, sama saja, tidak ada bedanya koq, sama saja dengan Bank Konvensional, namanya saja syariah, sama saja dengan bunga, bahkan seringkali lebih memberatkan". 

TARGET :

Kalimat ini bertujuan agar ummat Islam tidak bangga dengan Ekonomi Syariah, sehingga tidak mau mempelajarinya, dan terus terjerumus dalam cara mendapatkan harta dengan syubhat bahkan haram karena enggan mempelajarinya. Dan juga tetap terjerumus dalam riba yang dapat menghabiskan pahala kebaikan mereka, dan berakibat pada perilaku dan keturunan yang durhaka karena memakan harta haram dengan tanpa merasa bersalah.

JAWAB :
Ekonomi Islam adalah ilmu yang wajib dimiliki orang muslim, karena Ekonomi Islam adalah ilmu untuk mendapatkan harta dengan cara yang halal. 

Perbankan syariah adalah bagian kecil dari Ekonomi Islam, namun berdampak besar, selama kita tidak bisa lepas dari bank. Perkataan bank syariah sama dengan Bank Riba hampir-hampir seperti perkataan "orang yg kerasukan" menyamakan riba dengan jual beli ( 2: 275 ). 
".. Hal ( kerasukan ) itu, karena mereka berkata sesungguhnya jual beli sama dengan riba... (2:275)

Maka mempelajari Ekonomi Islam menjadi keharusan agar kita selamat di akhirat nanti, termasuk ikut berkontribusi dalam perkembangan dan perbaikan perbankan syariah.

Hasbunallaahu Wa Ni'mal Wakiil ...
Ni'mal Maulaa wa ni"man nashir. Aamiin

Ust Muhammad Syahid Joban, Lc

KETIKA ISLAM BERJAYA



KETIKA ISLAM BERJAYA 🌈

🔸Inilah Penggalan Siroh Yang Menggambarkan Kemuliaan dan Kejayaan Islam.

🔸Surat dari Kaisar Romawi kepada Mu'awiyah: Kami mengetahui apa yang terjadi antara kalian dengan Ali bin Abi Tholib, dan menurut kami, kalian-lah yang lebih berhak menjadi khalifah dibanding dia (Ali bin Abi Thalib). Kalau kamu mau, akan kami kirimkan pasukan untuk membawakan kepadamu kepala Ali bin Abi Thalib.

🔸Mu'awiyah menjawab surat tersebut: Dari Muawiyah kepada Hercules (Hiroql): Apa urusanmu ikut campur urusan dua saudara yang sedang berselisih? Kalau kamu tidak diam, akan aku kirimkan pasukan kepadamu, pasukan, yang mana bagian terdepan berada di tempatmu dan yang terakhir berada ditempatku ini, yang akan memenggal kepalamu dan membawakannya kepadaku, dan akan aku serahkan ke Ali.

🌈 Ketika kita berjaya... 🌈

🔸Khalid bin Walid mengirim surat kepada Kaisar Persia: Peluklah agama Islam maka kalian akan selamat, atau akan aku kirimkan kepadamu pemuda yang cinta kematian sebagaimana kalian yang cinta dunia.

🔸Ketika membaca surat tersebut, Kaisar menyurati Raja Cina dan memohon bantuan darinya, maka Raja Cina menjawab surat tersebut: Wahai Kaisar, aku tak sanggup menghadapi kaum yang andaikata mereka ingin memindahkan gunung, maka akan dipindah gunung tersebut.

🌈 Ketika kita berjaya... 🌈

🔸Di era pemerintahan Utsmaniyyah (Othoman), ketika kapal-kapal Utsmaniyyah melintasi pelabuhan Eropa, gereja-gereja berhenti membunyikan lonceng mereka karena takut dengan kaum Muslimin, mereka takut kota mereka ditaklukkan kaum Muslimin.

🌈 Ketika kita berjaya... 🌈

🔸Dikisahkan pada zaman dahulu, seorang pendeta Italia berdiri di salah satu lapangan di sebuah kota disana, dalam pidatonya ia mengatakan: sangat disayangkan sekali kami melihat pemuda kaum nasrani mulai meniru kaum Muslimin Arab dalam gaya berpakaian mereka, gaya hidup mereka, dan cara berpikir mereka, sampai-sampai bila ada yang ingin berbangga dihadapan pasangannya, ia mengatakan kepada pasangannya "uhibbuki" dengan menggunakan bahasa Arab, dia ingin menunjukkan kepada pasangannya betapa gaulnya ia dan betapa terpelajarnya dirinya karena mampu berbicara bahasa Arab.

🌈 Ketika kita berjaya... 🌈

🔸Pada era pemerintahan Utsmaniyyah, di depan setiap rumah terdapat dua buah palu, palu kecil dan palu besar, ketika diketuk palu yang besar, semua yang di dalam rumah mengerti bahwa yang mengetuk adalah seorang lelaki, maka salah seorang lelaki pula-lah yang membukakan pintu. Dan ketika diketuk palu yang kecil, semua yang di dalam rumah mengerti bahwa yang mengetuk adalah seorang wanita, maka salah seorang wanita-lah yang membukakan pintu. Dan ketika di dalam rumah ada yang sakit, digantung bunga merah, yang dengan itu para tamu mengetahui kalau di dalamnya terdapat orang sakit dan dengan itu tidak menimbulkan suara yang mengganggu orang sakit tersebut.

🌈 Ketika kita berjaya... 🌈

🔸Pada malam peperangan Haththin, di mana ketika itu kaum Muslimin merebut kembali Baitul Maqdis dan mengalahkan kaum salibis, komandan perang Sholahuddin Al-Ayyubi berpatroli memeriksa kondisi kemah pasukannya, ia mendengar salah satu tenda para pasukannya sedang qiyamullail dan sholat malam, dan tenda lainnya sedang berdzikir kepada Allah, dan tenda lainnya sedang dipenuhi lantunan  ayat suci Al-Qur'an, sampai suatu saat ia melewati tenda yang mana para pasukan di dalamnya sedang tertidur lelap, lalu ia mengatakan kepada orang-orang yang bersamanya: melalui pasukan ini kita akan kalah.

🍃 Yaa Allah, kembalikanlah kejayaan Islam...

Tentang LGBT oleh imam Shamsi di New York

Baik dibaca tulisan ttg LGBT dari Imam Shamsi Ali, New York, USA.

SEKALI LAGI, HOMO DAN LESBI
Imam Shamsi Ali*

Ada satu argumen yang seringkali dilemparkan oleh pendukung atau pembela kaum Luth. Bahwa kecenderungan menjadi homo atau lesbi memang disebabkan oleh genetik sejak lahir. Itu di satu sisi.

Di sisi lain, mereka menyebutkan bahwa kecenderungan homo atau lesbi itu bukan penyakit, dan bukan pula karena pengaruh lingkungan (pergaulan). Tapi lebih kepada "variasi preferensi seksual" manusia.

Saya akan mencoba merespon kepada kedua argumentasi tersebut. Tentu tanpa tendensi menghakimi orang lain. Toh dalam dunia yang terbangun di atas keterbukaan, khususnya informasi, perebedaan ide, pendapat, bahkan pilihan iman, adalah lumrah.

Lingkungan vs preferensi seksual

Saya memulai dari argumentasi yang mengatakan bahwa kecenderungan homo dan lesbi bukan penyelewengan seksual yang diakibatkan oleh salah satunya lingkungan dan/atau pergaulan. Tapi lebih kepada variasi preferensi seksual.

Saya tidak memahami istilah variasi preferensi seksual itu, jika memang terbawa lahir. Sebab baik kata "variasi" ataupun "preferensi" bernuansa "pilihan" dan bukan bawaan.

Artinya istilah "variasi preferensi seksual" yang diyakini sebagai alami terbawa sejak lahir adalah sangat aneh. Saya tidak membawa lahir untuk menyukai "coto Mangkasara". Tapi karena saya lahir di daerah Sul-Sel maka saya menjadikannya sebagai "preferred" (preference) makanan saya.

Oleh karenanya jika kecenderungan homo dan lesbi itu karena variasi preferensi seksual maka itu bukan hal yang terbawa lahir. Tapi lebih kepada ditumbuhkan oleh suasana sekitar, lingkungan atau pergaulan.

Saya masih teringat ketika pertama kali saya membeli durian di New York. Saya makan durian itu di depan teman Amerika. Dia hampir muntah karena tidak tahan dengan baunya. Saya membujuk agar menutup hidung mencobanya. Singkat cerita teman itu kini doyan durian.

Saya bisa mengakatakan bahwa dia telah menjadikan durian sebagai variasi preferensi tastenya. Dan itu karena lingkungan pergaulannya dengan orang-orang Asia.

Maka argumentasi yang mengatakan bahwa kecenderungan homo dan lesbi itu bawaan dan variasi preferensi seksual dan bukan penularan adalah argumentasi yang self contradictory (bertolak belakang).

Bayangkan di kota New York, di akhir pekan di bagian bawah Manhattan ada tempat yang disebut East dan West village. Ribuan mereka yang mengaku gay (pria wanita) menjalani akhir pekan mereka.

Dari sekitar 8 juta penduduk kota New York, masuk akalkah ribuan di antaranya terlahir dalam keadaan demikian? Kenapa mereka semakin bertambah setelah pergaulan itu dinyatakan lumrah atau bahkan menjadi HAM dan kebebasan?

Jawabannya karena pergaulan itulah yanh ditopang oleh rasa ketidak puasan dalam hidup menjadikannya berkembang pesat.

Untreated (tidak tersembuhkan)

Betulkah kecenderungan homo dan lesbi tidak dapat dirubah? Betulkah jika upaya pengobatam atau penyembuhan itu adalah sia-sia?

Saya ingin menyebutkan dua kasus bagaimana seorang pria sejati berubah menjadi gay. Dan seorang yang pernah mengaku gay berubah menjadi seorang suami dan ayah.

Mungkin banyak yang kenal Jim Mcgreevey, mantan gubernur New Jersey di AS. Setelah bertahun-tahun menjadi seorang politisi sukses, seorang suami yang ideal dengan tiga anak, tiba-tiba mengumumkan jika dirinya adalah seorang gay.

Setelah diteliti secara dekat oleh beberapa kolega di New Jersey ternyata perubahan suami dan ayah tiga putri yang cantik-cantik itu disebabkan oleh pergaulannya dengan salah seorang asistennya yang juga gay.

Dengan demikian Jim berubah preferensi seksualnya ketika sering bergaul dengan seorang gay. Mungkin terbiasa di bawah ke dunia itu dan mengalami pengalaman baru dalam suasana ketidak puasan hidup. Diapun harus mengakhiri karirnya sebagai politisi yang briliant.

Cerita lain adalah murid saya sendiri. Cerita ini bukan baru karena sering saya ceritakan di mana-mana.

Beberapa tahun lalu saya ditelpon oleh seorang sopir limo di kota New York. Menurutnya ada pelanggang mobil dia yang ingin belajar Islam. Saya meminta dia agar datang ke masjid.

Di suatu hari datangkah orang itu. Orang putih tinggi besar dan bertatto. Setelah duduk saya tanya kenapa mau belajar Islam? Dia mengatakan karena dia ingin jalan hidup yang menuntunnya dalam 24 jam 7 hari.

Dia beragama Budha saat itu. Walaupun lahir Katolik, lalu pindah Protestan, dan akhirnya masuk Budha. Bahkan ketika datang ke saya dia berpakaian biksu untuk tujuan menghargai saya sebagai Imam.

Singkat cerita saya menjelaskan bagaimana Islam menuntun hidup manusia dalam 24 jam sehari semalam.

Baru beberapa menit dia memotong saya dan bertanya: apakah benar saya bisa diterima sebagai Muslim?

Saya jawab: semua manusia dirangkul oleh Islam dan semua memiliki peluang yang sama untuk menjadi yang terbaik.

Saya kemudian lanjut menjelaskan tuntunan Islam. Tapi dia memotong saya lagi: are you sure I can be accepted in Islam?

Karena terkejut saya tanya: kenapa bertanya demikian?

"Because I am a gay" jawabnya jujur.

Saya lali bertanya kepadanya: sejak kapan anda merasakan seperti itu? Apakah sejak kecil?

Dia diam sejenak lalu mengatakan: tidak. Saya gay baru ketika memulai bisnis saya.

Apa bisnis anda? Tanya saya...Ternyata dia adalah event organizer dalam bidang fashion show. Pergaulannya di dunia model yang menjadikannya memiliki kecenderungan seperti itu.

Singkat cerita saya katakan: menjadi Muslim bukan sekedar pindah agama. Tapi mau melakukan perubahan. Dan anda pernah berubah. Maukah anda berubah?

Dia jawab dengan tegas: Yes, I will.

Alhamdulillah setelah masuk Islam, dua bulan kemudian di bulan Ramadan dia menelpon saya memberitahu kalau dia puasa dan merasakan ketenangan.

Setahun kemudian di musim haji saya kembali mendapat telpon menyampaikan kalau dia lagi di Maroko untuk melamar calon isterinya. Dia rupanya diam-diam mencari jodoh lewat biro jodoh di internet.

Alhamdulillah, teman kita ini sudah berkeluarga dan berbahagia.

Penutup.

Tidak ada di dunia ini yang tidak bisa berubah. Apalagi itu adalah bagian dari preferensi gaya hidup. Saya memang kurang mengerti dengan mereka yang membela homo dan lesbi. Di satu sisi meninggikan "kemampuan manusia untuk menentukan pilihan". Tapi di sisi lain mereka berargumen seolah kaum homo dan lesbi itu tunduk patuh pada ketentuan lahir.

Di dunia ini memang banyak paradoks!

New York, 16 Pebruari 2016

Logika kacau LGBT

Moral dan Agama : Logika Kacau LGBT

Oleh : Ustad M. Iwan Januar

Ketika saya memposting tema LGBT ke grup medsos, adik saya langsung membalas, “Di kantorku juga ada A, lima orang!” Saya hanya bisa beristighfar. Saat bertemu offline, adik saya langsung bercerita bagaimana kelima rekan kerjanya yang gay itu menjalankan hidup dan berbaur dengan sesama rekan kerja lain yang normal, dengan tenang. Tak ada lagi perasaan risih, malu apalagi terkucil.

Memang ada perubahan sosial yang dirasakan dan dilakukan oleh para penganut LGBT. Mereka lebih berani dan lebih merasa mantap dengan pilihan hidupnya. Mereka juga tidak canggung apalagi takut menyatakan dirinya sebagai gay.

Kaum LGBT memang tengah melakukan revolusi sosial di tengah masyarakat. Dulu, di Barat seorang pria akan malu bila dikata-katai ‘fagot’ atau seorang cewek disebut‘queer’. Itu adalah dua kosa kata hinaan bagi gay dan lesbian. Tapi belakangan mereka justru tidak ambil pusing lagi, justru itu menjadi entitas mereka. Tidak ada gay yang malu diledek fagot, atau lesbian disebut queer. Prinsip mereka; emang gue fagot, emang gue queer,masbuloh???!

Apa yang membuat para penganut LGBT hari ini begitu pede menjalani hidup?

Jawabannya karena dukungan yang diberikan kepada komunitas ini makin berlimpah, mulai dari warung kopi Starbucks, layanan pesan LINE sampai negara-negara Barat terutama AS juga PBB. Ban Ki Moon, Sekjen PBB sudah menyatakan akan mendukung komunitas LGBT dunia. Nah!

Tapi bukan hanya soal dukungan negara-negara liberal dan neoimperialis yang membuat kaum LGBT ini merasa tenang menjalani hidup, tapi juga karena mereka memang merasa benar dengan pilihan mereka. Kalau orang sudah merasa benar, maka tak ada lagi yang bisa membuat mereka surut dari pilihan yang sudah diambil.

Bicara soal ‘kebenaran’ yang mereka yakini, ada dua faktor yang membuat mereka yakin dengan keadaan mereka sekarang; pertama, soal moral. Kedua, soal agama. Dua hal yang secara logis sebenarnya bisa mengerem penyimpangan perilaku seseorang, justru kini menjadi pembenaran penyimpangan tersebut.

Bagaimana bisa?

Ya bisa saja, karena moral itu sesuatu yang elastis. Bisa ditarik dan diulur. Setiap orang, komunitas, negara bisa menarik dan mengulur batasan moral. Dulu cipika-cipiki pelajar perempuan dengan lelaki sudah pasti kena marah besar, tapi sekarang kita bisa lihat anak sekolah enteng saja melakukan hal itu dengan siapa saja, entah kawannya atau pacarnya.

Dulu pejabat masih berpikir panjang kalau keluar rumah pakai mobil mewah. Takut dituduh hasil korupsi dan malu pada rakyat miskin. Tapi sekarang banyak pejabat, istri pejabat, anak pejabat yang cuek saja pakai mobil atau motor mewah di jalan raya. Sekalipun itu semua memang benar didapat dari hasil KKN mereka juga nggak ambil pusing. Masbuloh! Pikir mereka.

Itulah realita moral. Tak ada yang ajeg atau permanen. Selalu berubah dan siapa saja merasa berhak menafsirkan moral baik atau moral buruk.

Seorang lelaki yang jatuh cinta dengan sesama lelaki lalu melakukan (maaf) anal seks, percaya diri kalau itu bukan tindakan amoral. We are hurting no one! Toh gue nggak menyakiti siapapun. Emang ada yang dirugikan kalau gue jadi gay atau lesbian?

Maka saya tersenyum getir ketika membaca artikel testimoni seorang anak muda yang memilih jadi gay dan merasa itu bukan tindakan amoral. Anak muda itu meyakinkan ibunya yang menangis sedih karena tahu anaknya gay, bahwa dia tetap seperti yang dulu dan tidak akan berbuat amoral.

Kemudian saya membaca lagi artikel hingar bingar komunitas gay Jakarta di sebuah klub malam. Dugem, tari striptease, peluk cium, dan bergelas-gelas juga berbotol-botol minuman keras beredar di sana. Ini yang namanya bermoral?

Sulit menakar bobot moral. Seorang gay, lesbian, transgender, pelaku incest, sado masochis (seks dengan kekerasan), yakin perbuatan mereka tidak salah. Bermoral. Hari ini masyarakat mengatakan ‘saya bermoral’ biasanya karena tidak mengganggu atau menyakiti orang lain. Singkatnya, moral memang tidak bisa dijadikan ukuran apakah seseorang itu benar atau salah karena setiap orang merasa berhak menafsirkan perbuatannya sendiri tanpa mau peduli dengan pandangan orang lain, juga agama.

Lalu tadi ditulis agama juga membuat kaum LGBT yakin dengan pilihannya? Bagaimana ceritanya?

Itu juga bisa terjadi. Saat seorang muslim berpikir kalau agama itu sebatas hubungan pribadi dengan Tuhan (Allah SWT.), dia akan merasa cukup dengan ibadah saja, tidak mau lagi peduli dengan hukum-hukum lain yang diajarkan agama, yang penting ibadah dijalankan.

Bagi mereka agama itu personal an sich. Tidak masuk ke ranah pergaulan, orientasi seksual, pernikahan apalagi perekonomian dan politik. Perilaku ini dunia menyebutnya sebagai sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.

Muslim yang sudah tersekulerisasi akan bilang; sebagai gay, toh kami tetap beribadah, tetap ingat Tuhan, kami juga ingin umroh dan naik haji. Semua sama kok di mata Tuhan.

Sebagian muslim – dan menyatakan dirinya cendekiawan muslim –mengadvokasi cara berpikir seperti itu, bahkan menyindir; masak Tuhan ngurusin masalah seks? Nggak level dong! Begitu celoteh mereka.

Mari saatnya berpikir lempeng, bray!

LGBT secara ilmiah sudah terbantahkan bahwa tak ada kaitannya dengan faktor genetis. Kalau memang benarbeing a gay or lesbian karena faktor genetik, lah kenapa kalian bisa lahir ke dunia? Harusnya jalur keturunan kalian terputus karena di antara leluhur kalian pasti ada yang gay dan lesbian.

Adanya kecenderungan dalam diri tertarik pada sesama jenis itu bisa dirasakan siapa saja, tapi bukan berarti tak bisa dialihkan atau dihilangkan. Itu tidak membuktikan bahwa kalian sudah pasti 100 persen gay atau lesbian. Sama seperti orang bernafsu untuk membunuh orang lain bukan berarti dia sudah ditakdirkan menjadi manusia dengan bakat pembunuh dan tak bisa sembuh.

Dorongan seksual bisa dilampiaskan pada siapa saja bahkan apa saja dan dengan cara apa saja.  Bila cara berpikir seperti itu harus dibenarkan, apakah kalian siap menerima perilaku incest? Bagaimana juga dengan ekshibisionis, necrofil, pedofil, beastially, sadomasokis, apakah juga berarti harus diterima oleh khalayak dan dilegalkan secara konstitusional? Hanya karena person yang bersangkutan merasa dirinya punya kecenderungan ke arah sana.

Mereka juga bisa mengatakan kalau perbuatannya tidaklah amoral (karena dilakukan suka sama suka), dan mereka juga bisa berkelakuan baik pada orang lain dan rajin ibadah.

Kalian bisa bilang kalau perilaku yang dituliskan di atas adalah penyimpangan seksual, sedangkan LGBT bukan. Dulunya LGBT masuk kategori penyimpangan seksual, tapi kemudian dicabut. Nah, bukan nggak mungkin apa yang hari ini disebut penyimpangan besok hari juga tidak dikatakan bukan penyimpangan, tapi kewajaran. Karena atas dasar apa suatu perilaku dikatakan menyimpang atau tidak, kan mudah direkayasa dan dibuat seolah ilmiah.

Berpikir lurus bray!

Kalau kamu masih manusia, apa tidak malu pada hewan? Tidak ada LGBT pada dunia hewan, lalu mengapa manusia melakukannya? Argumen-argumen kalian sudah banyak dipatahkan. Tinggal satu yang belum; hawa nafsu dan ego kalian. Dua hal ini yang membuat kalian tetap pede kalian itu benar, persis seperti Westerling membantai ratusan ribu warga Sulawesi, dia merasa tindakannya benar. Atau seperti Jack The Ripperyang memutilasi para pelacur, dia juga merasa benar.

Itu semua adalah mindgames. Permainan perasaan. Dan yang namanya perasaan bila dituruti terus maka tak pernah ada puasnya dan selalu merasa benar sendiri.

Berpikir jernih, bray!

Kalau kalian menjadi gay itu tidak merugikan, apakah kalian belum pernah mendengar kalau anal seks menjadi salah satu penyebab kanker anus yang mematikan?

Bukankah dengan menjadi gay dan lesbian berarti memotong mata rantai kelahiran umat manusia? Termasuk garis keturunan kalian? Itu tidak merugikan kalian tapi mengancam masa depan umat manusia.

Berpikir dengan iman, bray!

Bila kalian muslim, lalu mengapa tidak percaya pada al-Quran dan Sunnah? Mengapa lebih percaya pada konselor, psikolog dan teori-teori kejiwaan buatan nafsu manusia? Dimana letak kemusliman kalian?

Ketika kalian bilang tetap menyembah Tuhan, tetap shalat, membaca alQuran, puasa dan sebagainya, sebenarnya kalian tidak benar-benar menyembah Tuhan, tapi kalianlah sesungguhnya tengah memaksa Tuhan menyembah kalian. Karena hanya sedikit perintah Tuhan yang kalian turuti, dan lebih banyak memaksa Tuhan untuk menuruti kalian.

Mungkin kalian merasa benar dengan tindakan kalian, tapi Allah SWT. jauh lebih tahu nilai kebenaran ketimbang hamba-hambaNya.

Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (TQS. Faathir: 8)

 

Melihat sikap kalian, kita jadi ternganga heran; memang siapa yang jadi Tuhan? Kalian atau Allah? Kenapa jadi kalian yang mengatur-atur Tuhan?

Sudahlah, kebenaran itu milik Allah bukan otak-atik moral dan ilmu kejiwaan ala manusia. Allah Mahatahu yang terbaik untuk umat manusia. Kembalilah ke jalan Allah....

Paradok Demokrasi

PARADOK DEMO.KERA.SI

Janji kesejahteraan, buktinya kesengsaraan.
Janji kemakmuran, buktinya kemiskinan
Janji keamanan, buktinya kerusuhan
Janji kedaulatan, buktinya keterjajahan
Janji taat aturan, buktinya kebebasan 
Janji kejujuran, buktinya manipulasi
Janji amanah, buktinya berkhianat
Janji mikirin rakyat, buktinya mikirin diri sendiri
Janji lapangan kerja, buktinya tambah pengangguran
Janji mandiri, buktinya nambah utang negara
Janji harga murah, buktinya semua harga naik
Janji swasembada, buktinya import melulu
Janji pro rakyat, buktinya pro kapitalis
Janji ekonomi kuat, buktinya negara bangkrut
Janji bebaskan palestina, buktinya pro israel
Janji anti penjajahan, buktinya pro amerika 

Menolak Islam, tapi menerima komunisme
Menolak syariah, tapi menerima sekulerisme
Menolak poligami, tapi menerima perselingkuhan
Menolak poligami, tapi menerima homoseksual 
Menolak poligami, tapi menerima seks bebas
Menolak poligami, tapi menerima prostitusi
Menolak ekonomi islami, tapi menerima ekonomi ribawi
Menolak budaya islami, tapi menerima budaya jahili
Menolak jilbab, tapi menerima rok mini

Sepertinya kaya, padahal miskin
Sepertinya religius, padahal sekuler
Sepertinya makmur, padahal banyak utang
Sepertinya aman, padahal negara terancam
Sepertinya bersatu,  padahal terpecah belah
Sepertinya rukun, padahal saling bermusuhan
Sepertinya akur, padahal teradu domba
Sepertinya besar, padahal kerdil 
Sepertinya berani, padahal penakut
Sepertinya pejuang, padahal pecundang
Sepertinya pahlawan, padahal penghalang 
Sepertinya mampu, padahal lemah

Jika demo.kera.si telah marasuki hati dan diadopsi. Itu pertanda perjuangan Islam telah mati. 

Masihkan ada pejuang-pejuang agama Allah di negeri ini.......? 

(Ahmad Sastra)

KONTEMPLASI BAGI "PANCASILAIS" SEJATI Pancasila itu sakti. Pancasila itu sakral. Pancasila itu

KONTEMPLASI BAGI "PANCASILAIS" SEJATI 

Pancasila itu sakti. Pancasila itu sakral. Pancasila itu suci. Pancasila itu harga mati. Pancasila itu asas; asas dari segala asas.

Karena sakral, Pancasila tak boleh direndahkan. Ada kesan, di negeri ini orang boleh saja melecehkan Islam, mencampakkan Al-Quran, termasuk menghina Rasulullah sang teladan. Sebagian menganggap hal itu sebagai bagian dari ekspresi kebebasan yang dijamin demokrasi. Namun, tidak dengan Pancasila. Merendahkan dan menghina Pancasila adalah kejahatan tak terperi dan pastinya anti-demokrasi.

Karena suci, Pancasila tak boleh diusik dan dikritisi. Ada kesan di negeri demokrasi ini Islam boleh saja diusik; al-Quran dan as-Sunnah boleh dikritisi. Namun, tidak dengan Pancasila. Sebab, bagi sebagian orang Pancasila itu lebih tinggi dari al-Quran maupun as-Sunnah.

Pancasila digali dari nilai-nilai luhur nenek moyang bangsa Indonesia. Adapun al-Quran dan as-Sunnah hanyalah bersumber dari perkataan Tuhannya umat Islam semata. Karena itu, semua aturan dan perundang-undangan yang ada di negeri ini boleh tidak merujuk bahkan bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah, tetapi haram berseberangan dan berlawanan dengan Pancasila.

Karena harga mati, Pancasila tak boleh ditawar-tawar. Menawar Pancasila adalah tindakan amoral, bahkan kriminal.  Lain halnya dengan syariah Islam. Di negeri demokrasi ini, hukum Islam hanyalah pilihan; boleh diambil atau dicampakkan.

Sebaliknya sebagai asas, Pancasila tak boleh sekadar jadi pilihan. Asas negara boleh saja tidak berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, tetapi haram jika tidak berdasarkan Pancasila. Maka dari itu, menurut Pancasilais sejati, jika negara saja harus berasaskan Pancasila, maka apalagi Parpol dan Ormas yang merupakan organisasi lebih kecil, tentu lebih wajib berasaskan Pancasila.

****
Pancasila itu ‘saudara kandung’ UUD ’45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Keempatnya adalah pilar kebangsaan yang tak boleh dipilah-pilah dan dipilih-pilih. Pancasilais sejati adalah pemangku UUD ‘45, penjaga kesatuan NKRI sekaligus pemelihara Bhineka Tunggal Ika.

Namun, tunggu dulu! Semua itu ternyata bergantung pada tafsiran sang penguasa. Ada kesan, di negeri ini penguasa boleh tidak melaksanakan Pancasila dan UUD ’45. Penguasa, misalnya, boleh menyerahkan kekayaan alam negeri ini kepada pihak asing meski itu bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Pancasila dan berseberangan dengan amanat UUD ’45. Penguasa boleh membuat UU Migas, UU Listrik, UU Penanaman Modal, UU Minerba, dll yang memungkinkan pihak asing menjajah dan menjarah sumber-sumber kekayaan alam milik rakyat negeri ini. Tak masalah jika semua UU itu merugikan rakyat. Asal tidak merugikan pihak asing,  hal itu tak bisa dianggap bertentangan dengan amanat dalam Pembukaan UUD ’45 yang mengandung spirit: segala bentuk penjajahan di muka bumi harus dihapuskan.

Penguasa boleh  melepaskan Timor-Timur atas rekayasa dan tekanan penjajah meski itu bertentangan dengan prinsip menjaga kesatuan NKRI. Penguasa pun tak perlu merasa berdosa saat membiarkan Organisasi Papua Merdeka atau Republik Maluku Selatan tetap leluasa melakukan gerakan makar dan tindakan separatis. Karena didukung pihak asing, semua itu juga tak bisa disebut sebagai anti NKRI.

Penguasa juga tak perlu merasa bersalah saat jutaan anak tak bersekolah, anak-anak yatim terlantar di jalanan dan banyak orang-orang miskin mati kelaparan. Tak perlu pula penguasa berkecil hati ketika kemiskinan membelenggu puluhan juta rakyat negeri ini dan pengangguran melanda jutaan angkatan kerja di berbagai lini. Tak perlu pula penguasa merasa tak tega saat harus menaikkan harga BBM, gas dan listrik yang membuat rakyat tambah melarat, bahkan sekarat.

Ada kesan, asal bisa memuaskan para kapitalis di dalam negeri atau kapitalis asing, kebijakan anti subsidi itu tidak bisa dianggap sebagai bertentangan dengan semangat dalam pasal-pasal yang ada dalam UUD ’45. Tak bisa pula kebijakan itu disebut tidak adil dan anti Pancasila. Ada kesan, yang disebut tidak adil itu jika rakyat menikmati subsidi, sementara pihak asing tak leluasa menikmati keuntungan tinggi.

Ada pula kesan, yang bisa disebut anti Pancasila dan UUD ’45 itu adalah pihak-pihak yang berusaha menerapkan syariah Islam secara formal dalam negara meski dengan niat untuk menyelamatkan negeri yang terpuruk ini. Yang dinamakan anti NKRI adalah saat ada sekelompok orang memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah meski untuk mempersatukan negeri sekaligus membebaskannya dari segala bentuk penjajahan di semua lini. Yang anti kebhinekaan itu adalah yang mendukung perda-perda berbau syariah dan menolak pendirian gereja ilegal di tengah komunitas kaum Muslim.

*****
Jika demikian kenyataannya, jangan disalahkan jika ada yang beranggapan bahwa Pancasila sejatinya hanyalah cap dan label. Mereka yang korupsi, melakukan praktik suap-menyuap atau biasa menerima gratifikasi—termasuk gratifikasi seks—tak pernah dicap menyeleweng dari Pancasila. Mereka yang menggadaikan kekayaan negeri milik rakyat serta menjual negara dan harga diri bangsa kepada pihak asing juga tak pernah dilabeli berseberangan dengan Pancasila. Mereka yang terus mempraktikkan serta mempropagandakan sekularisme, pluralisme dan liberalisme—meski semua itu telah nyata membahayakan negeri ini—tak pernah pula dituduh anti Pancasila.

Sebaliknya, Anda yang tak pernah korupsi, menolak segala bentuk gratifikasi, enggan melakukan praktik suap-menyuap dan anti terhadap tindakan amoral lainnya tak berarti Anda bisa aman dari labelisasi. Siap-siaplah Anda untuk dicap anti Pancasila, dilabeli anti UUD ’45 serta dituduh anti NKRI dan anti kebhinekaan jika Anda adalah seorang Muslim yang taat; yang menghendaki tegaknya Islam secara total dalam semua aspek kehidupan; yang menginginkan penerapan syariah secara kaffah, apalagi berjuang demi mewujudkan kembali Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.

Namun demikian, tentu Anda tak perlu berkecil hati. Pasalnya, di negeri ini sepertinya tak ada yang namanya Pancasilais sejati. Yang malah banyak ditemukan adalah mereka yang—sengaja atau tidak—memperalat Pancasila untuk kepentingan pribadi, partai bahkan pihak asing yang justru telah banyak merusak negeri ini. Karena itu, tetaplah istiqamah dalam perjuangan mengembalikan Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah.
Wama tawfiqi illa bilLah wa ‘alayhi tawakaltu wa ilayhi unib. [Arief B. Iskandar]

Fardu Kifayah yang Dilupakan

Berjuang berdasar kapasitas kita masing-masing ?

Berikut tulisan ust Dwi Condro ketika menjawab pendapat salah seorang teman yg mengatakan, kita berjuang berdasar kapasitas kita masing2, jd silahkan bila ada yg berjuang utk tegaknya khilafah, dan ada yg berjuang utk kebaikan yg lain, yg penting fastabiqul khoirot.

Alhamdulillah, terima kasih Mas Hadi. Telah mengingatkan pada kita semua. Kalau boleh menambahkan (kalau salah mohon dikoreksi):

Dalam beramal seharusnya tidak hanya sekedar mendasarkan pada kapasitas kita. Namun, berdasarkan taklif yang dibebankan Allah kepada kita, yaitu berdasarkan hukum syari’at yang lima: wajib, sunnah, mubah makruh dan haram. Dan, untuk mengamalkannya-pun harus mengikuti aulawiyatnya, yaitu: wajib harus didahulukan daripada sunnah; sunnah didahulukan daripada mubah dan seterusnya.

Oleh karenanya, yang harus kita fikirkan adalah bagaimana agar segala kewajiban itu dapat kita amalkan terlebih dahulu. Sebab, jika ada kewajiban yang masih kita tinggalkan, maka kita akan berdosa dan bisa terancam masuk neraka.

Masalahnya, kewajiban itu ada dua, yaitu: fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Insya Allah, untuk fardhu ‘ain, kita sudah mampu mengamalkannya. Contohnya, perintah Allah dalam QS. 2:183:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ ﴿١٨٣﴾“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa...”. 
Namun, bagaimana dengan firman Allah dalam QS. 2: 178:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ﴿١٧٨﴾“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh,...”. Itu adalah fardhu kifayah yang taklifnya adalah untuk seluruh orang-orang beriman. 

Artinya, setiap ada kasus pembunuhan yang tidak dihukum dengan hukum Islam, seluruh orang-orang yang mengaku beriman akan mendapatkan dosa.Yang menjadi masalah, fardhu kifayah itu banyak sekali jumlahnya, masih terbengkalai, tidak diamalkan, karena negara tidak mau menerapkan hukum syari’at. 

Setiap hari ada kasus pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, masih banyak yang meninggalkan sholat, puasa, zakat, tidak menutup aurat, dalam berekonomi mayoritas masih bertransaksi dengan bunga/riba, dsb. 

Nah, bagaimana fardhu-fardhu kifayah itu dapat digugurkan? Jawabnya hanya satu: jika sudah diamalkan oleh negara. Bagaimana jika negara tidak mau mengamalkan? Maka, seluruh rakyatnya akan berdosa, yaitu dosa kifayah. 

Pertanyaannya: Mungkinkah kita bisa langsung masuk surga, jika kita masih banyak bergelimpangan dengan dosa-dosa kifayah? Disinilah kita sangat membutuhkan amal yang bisa menggugurkan dosa-dosa kifayah tersebut. Di titik inilah biasanya akan banyak muncul ikhtilaf diantara kita, sehingga masing-masing sudah merasa ikut terlibat dalam perjuangan penegakan Islam. 
Terlebih lagi, biasanya kita cenderung enggan untuk berdiskusi dalam masalah ini, dan cenderung sudah cukup hanya dengan saling menghormati, fastabiqul khairat...ini jelas sikap yang kurang tepat. Justru di titik inilah kita seharusnya sangat serius dalam berdiskusi dan beradu hujjah. 

Mengapa? Contoh sederhana: jika ada tetangga kita yang meninggal dunia, kemudian jenazahnya kita terlantarkan, tidak ada yang memandikan, mengafani, menyolati dan menguburkan. Siapa yang berdosa? Tentu kaum muslimin akan berdosa. 

Apakah dosa ini bisa dihapuskan dengan memperbanyak amal yang lain, misalnya: banyak berdzikir, beristighfar, bershodaqoh, banyak megajarkan qur’an, mengajak yasinan dsb. 

Apakah semua amal itu bisa menggugurkan fardhu kifayah tersebut? Sementara jenazah itu masih terlantar di sekeliling kita?
Jawabnya: tentu saja tidak bisa. Sampai kapan? Sampai jenazah itu dikuburkan dengan sempurna. Selama jenazah itu diterlantarkan, jika kita masih beramal dengan amalan yang tidak berhubungan langsung dengan kewajiban tersebut (walaupun amalan itu ada pahalanya), kita akan tetap akan mendapatkan dosa. 
Dosa apa? Dosa kifayah.

Pertanyaannya: apa amalan yang bisa menggugurkan fardhu kifayah tersebut? Jawabnya sangat mudah: amalan yang langsung tekait dengan kewajibannya, yaitu mengurus jenazah tersebut. Bagaimana jika kita tidak bisa mengurus jenazah itu sendirian? Jawabnya: Kita wajib mengajak/menyeru kepada kaum muslimin agar terlibat langsung untuk mengurus jenazah tersebut. Bukan mengajak beramal yang lain, yaitu: mengajak baca qur’an, wiridan, yasinan, tahlilan dsb, sementara jenazahnya justru tetap diterlantarkan.

Kesimpulannya: Jika kewajibannya adalah mengurus jenazah, maka seruannya adalah mengajak untuk mengurus jenazah. Maka, jika kewajibannya adalah penerapan hukum syari’ah oleh penguasa, maka seruannya adalah menyeru kepada penguasa agar mau menerapkan syari’ah. 

Mudah bukan? Masalah berikutnya: apakah kita bisa menyeru penguasa, jika kita hanya sendirian? Disinilah kita memerlukan sebuah jamaah, agar seruan kita didengar penguasa. Maka, bergabung dengan jamaah yang amalnya adalah menyeru penguasa agar menerapkan syari’ah dengan institusi khilafah, hukumnya menjadi wajib, sesuai kaidah syara’:مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلّاَ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ“Suatu kewajiban yang tidak dapat terlaksana secara sempurna, kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu manjadi wajib hukumnya”.

Masalah selanjutnya: Bagaimana jika penguasanya tetap tidak mau menerapkan syari’ah, padahal sudah kita seru/dakwahi terus menerus? Disinilah kita bisa bersandar kepada dalil “keterpaksaan”, sbb:إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ) سنن ابن ماجه(“Sesungguhnya Allah telah mengabaikan (mengampuni dosa) atas ummatku dari kesalahan (ketidaksengajaan), lupa dan keterpaksaan atas mereka” (HR. Ibn Hibban dan Ibn Majah).

Jika kita sudah berusaha sungguh-sungguh untuk mendakwahi penguasa, namun penguasa tetap enggan menerapkan syari’ah, semoga Allah berkenan mengampuni/menggugurkan dosa-dosa kifayah kita, karena keterpaksaan atas diri kita.
Wallahu a'lam